ASSALAMU 'ALAIKUM... SALAM SUKSES DUNIA & AKHIRAT...

SELAMAT DATANG DI BLOG INSPIRASI PENUH HARAPAN. ANDA SUDAH TEPAT BERADA DIBLOG INI KARENA SAYA AKAN BERBAGI KESUKSESAN & KEBAHAGIAAN DENGAN ANDA SAUDARAKU..., AGAR SEMAKIN BANYAK KAUM MUSLIM YANG BISA MERASAKAN NIKMATNYA SURGA DUNIA, BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM...

09 November 2008

Bisnis Asuransi Jiwa Masih Cerah, Banyak Pula Tantangannya

LAPORAN Bisnis Asuransi Jiwa dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) yang dipublikasikan akhir April 2003 mencatat jumlah penerimaan premi tahun 2002 sebesar Rp 11,2 triliun, meningkat 25 persen dibandingkan tahun 2001. Selama kurun waktu lima tahun ke belakang pertumbuhan penerimaan premi cukup baik, yaitu berkisar 20 persen-25 persen.
TAHUN 2003 ini jumlah penerimaan premi industri asuransi jiwa nasional diperkirakan tumbuh minimal 25 persen-30 persen. Data ini menunjukkan masih cerahnya bisnis asuransi jiwa di Indonesia. Beberapa indikator memperlihatkan masih besarnya potensi pasar. Antara lain, masih sedikitnya penduduk Indonesia yang terjangkau oleh asuransi jiwa.
Tahun 2001, dari jumlah penduduk sebesar 208,9 juta jiwa yang telah menjadi tertanggung baru 25,29 juta jiwa atau 12,1 persen. Bahkan, bila dihitung dari penduduk yang telah memiliki polis asuransi jiwa atas nama sendiri, maka diperkirakan jumlahnya hanya 2 persen!
Kondisi ekonomi Indonesia tahun 2003 dan seterusnya diprediksi akan membaik dibandingkan tahun 2002. Indikator lain adalah berbagai langkah pemerintah sebagai regulator bisnis asuransi yang terus berupaya menyempurnakan peraturan-peraturan tentang tata kelola perusahaan asuransi jiwa untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

Produk unit link melesat
Di samping indikator tersebut di atas, ada beberapa indikator lain yang turut mendukung potensi pengembangan. Antara lain adalah terus berkembangnya jumlah agen asuransi jiwa sebagai tulang punggung distribusi produk. Tahun 2002 sebanyak 78.218 orang, meningkat 10 persen dibandingkan tahun 2001 yaitu 71.307 orang. Kenaikan ini memberikan peluang peningkatan jumlah penerimaan premi tahun 2003.
Meningkatnya jumlah agen ini dibarengi juga oleh mulai membaiknya kualitas sumber daya manusia (SDM) asuransi. Hal ini dimungkinkan karena adanya lembaga pendidikan yang memasukkan mata pelajaran/kuliah mengenai pengetahuan asuransi pada kurikulum. Bahkan, ada perguruan tinggi khusus yang mengajarkan tentang pengetahuan dan praktik-praktik asuransi.
Perusahaan asuransi pun semakin banyak menyelenggarakan in-house training secara teratur. Di samping SDM asuransi, adanya asosiasi yang khusus terkait dengan asuransi jiwa, yakni Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) sangat membantu pengembangan. Semula kegiatan pengembangan industri dilakukan oleh Bidang Asuransi Jiwa dari Dewan Asuransi Indonesia (DAI). DAI saat ini merupakan federasi dari 3 (tiga) asosiasi asuransi, yakni AAJI, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), dan Asosiasi Asuransi Jaminan Sosial Indonesia (AAJSI). Dengan AAJI ini diharapkan adanya perhatian yang lebih fokus terhadap perkembangan bisnis asuransi. Indikator lain yang cukup penting adalah banyaknya produk-produk asuransi yang ditawarkan.
Saat ini produk-produk asuransi jiwa yang dipasarkan cukup banyak variannya dan hampir mampu memenuhi kebutuhan asuransi jiwa bagi masyarakat. Beberapa perusahaan asuransi jiwa bahkan meluncurkan produk baru yang saat ini sangat diminati oleh masyarakat yang memiliki modal, yaitu produk unit link. Produk yang merupakan kombinasi antara proteksi asuransi dan investasi ini mampu mendongkrak kontribusi perolehan premi yang cukup signifikan.
Saat diluncurkan pertama kalinya tahun 1998 produk unit link hanya dipasarkan oleh tiga perusahaan asuransi jiwa, maka pada awal tahun 2003 ini telah menjadi 16 perusahaan. Industri asuransi jiwa tahun 2002 mampu membukukan premi unit link Rp 831 miliar, naik dari Rp 367 miliar tahun 2000.
Kualitas agen asuransi
Peluang yang ada bagi perusahaan asuransi jiwa di Indonesia cukup banyak. Namun, tetap ada tantangan. Hal ini dibutuhkan keberpihakan semua unsur. Para pemilik perusahaan asuransi jiwa, pengelola, masyarakat, pengamat, dan pemerintah hendaknya secara bersama mengembangkan bisnis asuransi jiwa sesuai bidangnya.
Diharapkan asuransi jiwa di masa depan akan menjadi bisnis primadona dan pilar ekonomi yang diperhitungkan. Bagi masyarakat sebagai pengguna jasa, asuransi jiwa merupakan lembaga yang mampu memberikan kontribusi ketenangan dan kenyamanan dalam menjalani hidup dan kehidupan yang penuh risiko, antara lain risiko kecelakaan dan risiko kematian sebagai efek samping dari perkembangan teknologi.
Dalam upaya mengembangkan potensi asuransi yang begitu besar, industri asuransi jiwa di Indonesia masih menghadapi tantangan-tantangan. Kondisi sumber daya manusia (SDM) yang ada terutama agen asuransi jiwa merupakan tantangan yang harus dihadapi. Pada umumnya para agen asuransi jiwa belum memiliki kualifikasi seperti yang diharapkan. Hal ini ditandai dengan tingginya tingkat drop-out agen.
Ditambah lagi dengan minat angkatan kerja terhadap profesi asuransi jiwa masih sangat kecil bila dibandingkan dengan kelulusan pendidikan setingkat strata satu (S-1). Hal ini dikarenakan mata kuliah asuransi jiwa di perguruan tinggi belum merupakan silabus pokok sehingga pengetahuan dan informasi tentang asuransi jiwa belum sepenuhnya diketahui para mahasiswa. Padahal, seandainya mereka mengetahui prospek penghasilan dari profesi ini yang menjanjikan. Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi AAJI untuk mensosialisasikan pengetahuan dan informasi keberadaan dan olah kerja asuransi jiwa di Indonesia.
Risk based capital
Tantangan berikutnya yang masih krusial adalah Peraturan Pemerintah/ Keputusan Menteri Keuangan tentang Ketentuan Risk Based Capital (RBC). Secara bertahap ketentuan RBC diberlakukan yaitu untuk tahun 2002 mencapai 75 persen, tahun 2003 sebesar 100 persen, dan tahun 2004 sebesar 120 persen.
Ketentuan RBC ini makin dirasakan berat oleh beberapa perusahaan asuransi jiwa. Hal ini menyebabkan kesulitan mengembangkan bisnisnya bagi mereka yang tidak mampu memenuhi ketentuan di atas. Dan celakanya karena profil perusahaan dipublikasikan melalui media massa sebagai dampak dari sifat keterbukaan dalam olah kelola perusahaan, maka mereka akan kehilangan kepercayaan dan loyalitas masyarakat. Bahkan, tidak mustahil akan terjadi rush terhadap perusahaan tersebut.
Padahal, di sisi lain pemerintah pun berkewajiban membina dan melindungi mereka dari keterpurukan. Dalam hal ini pemerintah harus berpikir mengenai kepentingan semua pihak, yaitu pemegang polis, perusahaan asuransi jiwa itu sendiri dan perkembangan perasuransian secara menyeluruh. Tantangan lainnya adalah berkaitan dengan pihak pemerintah. Dengan semakin berkembangnya industri asuransi jiwa di Indonesia, maka hal ini merupakan tantangan bagi pemerintah, dalam hal ini Departemen Keuangan sebagai regulator, untuk menerbitkan/ memperbaiki undang-undang, peraturan pemerintah, dan perangkat hukum lainnya.
Hal ini perlu dilakukan dalam rangka mengatur pengelolaan bisnis asuransi jiwa yang dapat melindungi kepentingan semua pihak. Di era keterbukaan seperti sekarang ini, semua pihak yang mempunyai kepentingan terhadap kinerja bisnis asuransi jiwa memiliki peluang untuk mengamati dan memberikan kritik. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya media massa yang mengulas isu-isu yang berkaitan dengan asuransi jiwa.
Di sisi lain hal ini menjadi indikator bahwa bisnis asuransi tidak dapat dilihat hanya sebelah mata. Eksistensi asuransi sudah mampu menyejajarkan dirinya dengan pilar-pilar ekonomi negara lainnya, walaupun kontribusi terhadap peningkatan pendapatan pemerintah masih belum menyamai lembaga keuangan sektor perbankan.
Kendala lain yang dihadapi perusahaan asuransi jiwa di Indonesia saat ini adalah dalam rangka membangun sistem informasi berteknologi tinggi. Sistem ini memerlukan dana yang cukup besar dan infrastruktur yang dimiliki belum memadai terutama untuk menjangkau daerah-daerah yang jauh dari pusat kegiatan bisnis.
Di lain pihak, perusahaan asuransi asing yang ikut bermain di Indonesia telah memiliki sistem informasi berteknologi tinggi dan didukung oleh kualitas SDM yang terlatih dan memiliki keterampilan yang cukup sehingga mereka dapat segera mengembangkan bisnisnya dan mampu menggeser posisi perusahaan asuransi nasional.
Memiliki visi yang sama
Dari uraian tersebut di atas yang berhubungan dengan berbagai peluang dan tantangan dapat disimpulkan bahwa industri asuransi jiwa di Indonesia akan mampu bersaing, apabila semua pihak yang berkepentingan memiliki visi yang sama dalam mengembangkan bisnis asuransi jiwa.
Pihak pemerintah sebagai regulator harus terus mempersiapkan undang-undang, peraturan dan perangkat hukum yang jelas dan tegas dalam pengelolaan bisnis, dan mampu melindungi semua pihak yang berkepentingan terhadap olah kerja asuransi jiwa.
Di samping itu pihak federasi dan asosiasi asuransi yaitu DAI dan AAJI sebagai wadah perusahaan asuransi jiwa di Indonesia yang bekerja sama dengan pemerintah harus mampu menjembatani kepentingan masing-masing pihak dalam mengembangkan asuransi jiwa.
Pihak yang sangat berperan dalam pengembangan industri asuransi jiwa adalah perusahaan asuransi jiwa. Mereka harus memiliki berbagai kemampuan dan komitmen. Pertama, kemampuan mengelola bisnis asuransi jiwa secara profesional untuk memenuhi kebutuhan asuransi jiwa masyarakat pengguna jasa tersebut.
Kedua, kemampuan mengelola kinerja keuangan perusahaan sesuai dengan undang-undang dan peraturan pemerintah agar masyarakat pengguna jasa asuransi jiwa yakin terhadap keamanan dana yang dibelanjakan pada produk-produk asuransi jiwa, dan mampu memberikan manfaat/benefit sesuai jenis produk yang dibelinya.
Ketiga, kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan para pengelola bisnis asuransi jiwa dan memiliki moral yang baik demi perkembangan bisnis secara umum. Keempat, memiliki komitmen terhadap pelayanan purna jual sebagai pilar utama dalam mengelola bisnis asuransi jiwa sehingga mampu mempertahankan loyalitas dan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi jiwa.
Pihak lain yang juga berperan dalam pengembangan industri asuransi jiwa adalah media. Peran serta media memiliki kontribusi yang besar dalam rangka mensosialisasikan dan mengamati kinerja perusahaan asuransi jiwa kepada masyarakatsehingga diharapkan masyarakat memiliki pengetahuan tentang manfaat asuransi bagi keluarga dan dirinya.
Era Pasar Bebas ASEAN
Mulai tahun 2003 ini, era Pasar Bebas ASEAN atau AFTA (ASEAN Free Trade Area) telah bergulir di Indonesia. Bagi bisnis asuransi, baik asuransi jiwa maupun asuransi umum- mau tidak mau-harus menerima keadaan ini dengan penuh optimisme yang tinggi. Optimisme untuk meningkatkan kinerja perusahaan agar tetap memperoleh kepercayaan dan loyalitas dari masyarakat terhadap kebutuhan dan manfaat perlindungan finansial yang telah diberikan oleh perusahaan asuransi.
Para pelaku bisnis asuransi jiwa di Indonesia tidak perlu merasa gerah dengan masuknya para pemain asing. Mereka belum tentu memiliki kemampuan yang lebih baik karena perusahaan asuransi jiwa nasional memiliki kelebihan pengetahuan tentang karakteristik pasar di Indonesia. Bahkan, sebaliknya perusahaan asuransi jiwa nasional yang memiliki kinerja perusahaan yang bagus dan memperoleh kepercayaan dan loyalitas di dalam negeri perlu memperluas jaringan distribusi ke negara ASEAN dan kawasan Asia Pasifik berpotensi pasar cukup bagus.
Dengan kelebihan yang dimiliki, maka diharapkan para pelaku bisnis asuransi jiwa di Tanah Air tetap memiliki optimisme dan komitmen yang tinggi untuk tetap berjuang secara sinergis dalam mengembangkan bisnis asuransi jiwa. Dengan demikian diharapkan eksistensi asuransi jiwa akan memiliki kontribusi yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi negara serta keberadaannya sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan.
Herris B Simandjuntak Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan Wakil Ketua Bidang Pengembangan Industri Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Kompas Rabu, 28 Mei 2003

Tidak ada komentar: